15 September 2009

Khawatir Madihin Diklaim Malaysia


BANJARMASIN, banjarmasinpst.co.id - MADIHIN, seni tradisional Banjar perlu selalu dijaga agar tak seperti Tari Pendet, Lagu Rasa Sayange dan Kain Batik yang diklaim Malaysia sebagai budaya mereka.

Untuk itu seniman Kalsel meminta kepada pemprov setempat agar secepatnya menginventarisir budaya Banjar yang saat ini masih eksis.

Sebab kalau tidak secepatnya dipatenkan, budaya Banjar yang banyak kesamaan dengan budaya Melayu, dikhawatirkan juga akan diklaim sebagai budaya negara lain.

Sebagai contoh Tari Japin, Tari Baksa Kembang dan Madihin yang kini masih digemari dan tetap eksis. Bahkan, Madihin, salah satu seni yang hingga kini sangat merakyat dan dapat dijadikan sebagai media yang cukup efektif, juga dikhawatirkan akan diklaim negara serumpun, Malaysia.

H John Tralala dari Kelompok Madihin Kocak, menjelaskan, Madihin merupakan salah satu seni Melayu yang berkembang pada zaman kerajaan Banjar. Fungsinya, sebagai syiar Islam maupun memberikan petuah pada anak atau orang dewasa.

Seiring perkembangan zaman, ujar pemilik nama H Yusran Effendi ini, Madihin ada yang tetap di jalur pakem dan ada juga yang dibumbui dengan kalimatkalimat jenaka yang menggelitik.

“Ini tidak lain untuk membuat suasana menjadi lebih hidup dan penonton yang mendengarkan akan tertawa geli,” ujar kelahiran Banjarmasin, 13 Juni 1959 ini.

Diutarakan pensiunan PNS Diknas Kalsel ini, ketertarikannya pada seni Madihin ini sendiri tidak lain agar budaya Banjar bisa tetap lestari hingga ke generasi berikutnya.

“Saya melakoni Madihin mulai 1982. Dan pada 1994 berhasil menjadi juara lawak tingkat nasional di Jakarta, penyelenggaranya waktu itu adalah RRI dan TVRI,” kenangnya.

Setelah keberhasilannya di ajang nasional tersebut, John mantap melakoni Madihin sebagai profesi baru. Dan hingga kini Madihin versi H John Tralala tetap eksis hingga menelorkan generasi penerusnya.

“Tahun 1986 lahir generasi penerus saya. Dia tidak lain adalah anak sendiri, Hendra. Mulai 1990 saya dan Hendra berpasangan ketika tampil,” tuturnya.

Namun demikian besan H Jumrianoor, pengusaha asal Kapuas, Kalteng ini, merasa khawatir keberadaan Madihin. Pasalnya hingga kini salah satu seni budaya Kalsel itu belum dipatenkan.

“Saya berharap untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, maka sudah seharusnya pemerintah mempatenkan seni Madihin,” pintanya. Lebih lanjut John mengemukakan, tidak hanya Madihin yang harus dipatenkan. Namun masih ada beberapa seni tradisional Kalsel yang harus secepatnya dilindungi.

“Cukup sudah pengalaman yang ada. Jangan sampai seni budaya Kalsel juga bernasib sama dengan Tari Pendet, Lagu Rasa Sayange dan Kain Batik,” pungkas pria bertubuh gempal ini. (ari).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar